Lagi-lagi aku hanya bisa membentuk garis melengkung di bibirku. Tak banyak yang bisa terucap dan memang tak ada yang harus kujelaskan penjang lebar. Aku sudah biasa mendengar pertanyaan senada bahkan sindiran yang biasa pula. Di saat seperti itu aku selalu merindukan teman-teman akhwatku, mereka yang selalu menuntut ilmu agama (tarbiyah) karena betul sekali bahwa orang yang berilmu (agama) dan yang tidak, sangat jauh berbeda. Berbeda pola pikir, berbeda cara menghadapi dan menanggapi sesuatu hal.
Kenapa berhenti kuliah?
Kamu bego kali?
Kamu lebih mengedepankan organisasi ya?
Dan masih banyak pertanyaan lainnya, pertanyaan yang menggores hatiku dulu tapi kini aku sudah terbiasa.
Saat SMA, aku pernah membaca sebuah kutipan di sebuah kelender kenang-kenangan dari penerbit Grafindo. Di kutipan itu tertulis kurang lebih seperti ini; Dalam sebuah kapal tidak semua orang menjadi kapten, ada yang menjadi koki, tukang bersih-bersih, dan lain sebagainya. Begitu pun dengan kehidupan ini. Tidak semua orang menjadi Presiden, tidak semua orang menjadi dokter, guru, pilot, dan sebagainya. Selalu ada yang berperan ‘kecil’ seperti tukang sapu jalanan, penjual asongan, pengamen, dan kawan-kawannya karena jika tidak ada yang berperan demikian akan jadi apa dunia ini? Pastilah akan begitu kacau balau.
Lanjutkan membaca “Sudah Biasa” →