Diposkan pada Akhlak dan Nasehat

Agama, Bukan Untuk Diatur Tapi Mengatur!

jilbab syar'i

Pagi ini saat membuka email, saya mendapat sebuah pemberitahuan bahwa sebuah tulisan yang kemarin baru saja saya posting di salah satu blog mendapat satu komentar. Komentar tersebut begitu panjang dan lebar yang intinya tidak setuju dengan postingan yang saya buat, sebuah postingan berjudul; Kamu Muslimah? Tengok Pakaianmu!

Di dalam postingan tersebut saya menuliskan tentang syarat-syarat pakaian seorang muslimah yang semua dalilnya diambil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, diambil dari perkataan Allah dan perkataan Rasul-Nya. Sampai di sini, izinkan saya bertanya dan jawablah dengan sangat jujur duhai saudaraku….

Apakah engkau yakin bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Tahu? Apakah engkau yakin bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Benar? Apakah engkau yakin bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam adalah manusia yang dijaga oleh Allah sehingga luput darinya melakukan kesalahan?

Jika jawabannya TIDAK, berarti ada yang salah dengan keimananmu! Kamu perlu memeriksa kembali, benarkah engkau seorang muslim?!

Dan jika jawabanmu adalah YA, berarti seharusnya tak perlu lagi ada keraguan dalam hatimu tentang apa-apa yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya. Engkau hanya tinggal melakukan semua yang diperintahkan oleh-Nya dan menjauhi segela apa yang Allah larang, karena engkau yakin bahwa apapun itu pastilah baik untuk dirimu.

Nah, kembali mengenang komentar yang panjang tersebut, sang komentator mengcopy beberapa penjelasan tentang pakaian wanita muslimah yang sebagian besar ia ambil dari perkataan seorang ulama Indonesia yang tak perlulah saya sebutkan namanya.

Inti komentarnya yakni tidak setuju dengan syarat-syarat pakaian wanita muslimah yang ada di dalam postingan tersebut, yang katanya sangat mengatur seorang muslimah dalam berpakaian, sangat tidak fleksibel, dan membatasi seorang muslimah berkreasi dalam berpakaian. Astaghfirullah…

Bahkan dalam komentar tersebut ia menuliskan pernyataan sebagai berikut…

Apakah jilbab itu wajib atau tidak, adalah pertanyaan yang keliru. Karena yang wajib adalah menutup aurat.

Subhanallah, bagaimana bisa kita masih meragukan kewajiban berjilbab sementara telah jelas firman Allah…

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka…” (Q.S. Al-Ahzab[33]: 59)

Untuk pernyataan di atas, maka saya tanyakan kepada kalian: Jika kalian tidak berjilbab, lalu dengan apa kalian menutup aurat kalian?!

Tengoklah sejarah, bacalah sirah, bagaimana para sahabiyah menutup aurat mereka? Dengan apa mereka menutup aurat mereka? Apakah hanya dengan berpakaian sopan? TIDAK! Bahkan dalam sebuah hadits diterangkan bahwa ketika perintah berjilbab diturunkan oleh Allah, maka para muslimah berlomba-lomba menarik tirai-tirai mereka untuk menutupi seluruh tubuh mereka, dari kepala hingga ujung kaki. Dalam hadits lain diterangkan bahwa muslimah dahulu, para sahabiyah ketika keluar rumah, mereka seperti burung-burung gagak (hitam dan hanya matanya yang terlihat). Dan masih banyak lagi hadits lain yang menerangkan wajibnya memakai jilbab.

Lalu sekarang, izinkan kembali saya bertanya duhai saudaraku; Jika para sahabiyah yang di antara mereka telah dijamin masuk Surga oleh Allah, senantiasa mengenakan jilbab-jilbab mereka, lantas mengapa kita yang tak mendapat jaminan sedikitpun masuk ke dalam surga-Nya, masih enggan berjilbab? Masih mempertanyakan kewajiban berjilbab? Masih meragu tentang perintah Allah?! Yakinkah kita akan masuk ke dalam Surga, yakinkah kita hanya sebentar di dalam Neraka sehingga dengan gampangnya meningalkan kewajiban?!

Sungguh, AGAMA itu datang bukan untuk diatur oleh manusia yang dangkal ilmu, manusia yang pasti pernah berbuat salah dan jatuh pada dosa! Tapi AGAMA ITU datang untuk MANGATUR manusia!

Wallahua’lam.

_Nurhudayanti Saleh_ (Jogja, 08-10-2015, Pagi yang sibuk)

Note: Dilarang meninggalkan komentar yang sifatnya perdebatan. Jika berbeda pendapat, silakan membuat postingan dilapak sendiri! Terimakasih ^^

Satu tanggapan untuk “Agama, Bukan Untuk Diatur Tapi Mengatur!

Tinggalkan Balasan ke Nurhudayanti Saleh Batalkan balasan