Diposkan pada Cerpen, My Diary, Sosok

Mas Harun

Tadinya aku belum pernah bertemu dengannya. Namanya hanya sering kudengar dari cerita sahabatku, Mega. Setiap kali Mega pulang ke kosan, dia pasti selalu membawa pulang cerita yang berbeda, salah satunya cerita tentang laki-laki itu, Mas Harun.

Dia itu jenius banget loh Ti. Dia salah satu teman kuliahku yang lulus S2 tanpa matrikulasi. Setiap ke kampus dia nggak pernah bawa buku. Tapi setiap kali ada pertanyaan atau ada soal, dia pasti bisa jawabnya.

Oh iya, tadi temenku minta diajarin sama dia. Tau nggak, dia ngejawab soalnya lancar banget padahal dia juga baru lihat soalnya tadi. Dan satu lagi, dia ngejelasinnya pakai bahasa inggris. Wih…

Ada cerita menarik hari ini Ti. Ternyata, Mas Harun udah mualaf. Tadi tuh dia diajakin kemana gitu sama teman-teman yang lain, eh dia malah bilang mau ke masjid buat shalat padahal setahuku dia itu non muslim. Wah sejak kapan ya dia mualaf?

Hehehe, ternyata Mas Harun itu lucu juga. Masa ya, tadi di kampus, pas kita lagi rame-rame duduk di bangku depan lift, dia datang dan langsung duduk di lantai sambil menengadahkan tangan, meniru peminta-minta sambil ngomong: ‘Sedekahnya Buk, Pak.’ Anak-anak yang ada di situ pada ketawa geli lihat Mas Harun kayak gitu.

Hihihi, Mas Harun parah banget. Tadi kan aku nggak jadi kuliah padahal udah nunggu lama banget, saat itu Mas Harun datang dan datangnya lagi-lagi telat. Pas datang, dia langsung tanya dosennya mana. Anak-anak kompak ngejawab kalau dosen nggak masuk dan kami nggak kuliah. Eh tau nggak reaksi Mas Harun apa? Dia bilang: ‘Waduh, rugi saya datang.’ Gubrak! Mas Harun, Mas Harun, mestinyakan kita-kita yang ngomong kayak gitu soalnya kita yang datangnya lebih awal.

Begitulah cerita sahabatku tentang dia, seorang laki-laki yang sebelumnya tak pernah kutemui. Karenanya aku begitu penasaran. Aku ingin melihatnya sekali saja dari kejauhan. Aku ingin tahu seperti apa sosok Mas Harun, seseorang yang begitu ‘istimewa’ dibanding teman-teman kampus Mega yang lain.

***

“Itu Mas Harun ya?”

Aku melihat seorang laki-laki yang baru saja keluar dari lift. Hari ini aku ke kampus Mega. Duduk di bangku depan kelas bersama teman-temannya yang lain.

“Iya. Itu yang namanya Mas Harun.” Mega membenarkan. Hem, dia memang tipe orang yang gampang dikenali.

Aku tersenyum. Hari ini dia mengenakan baju kaos dengan kera. Terlihat begitu santai untuk seorang mahasiswa S2. Dia, mahasiswa yang kerap kali meminta maaf karena datang terlambat itu juga sama sekali tidak membawa buku apalagi tas. Dia hanya datang bersama hape yang ia sematkan di pinggang.

Mas Harun, dia seperti yang aku bayangkan selama ini. Dia seperti yang Mega ceritakan. Matanya bulat besar dan wajahnya oval. Seorang jenius dengan wajah pengidap sindrom down (berwajah seribu). Ya, dia seperti yang kalian bayangkan saat ini, seseorang yang wajahnya sama dengan wajah pengidap sindrom down yang lain. Dia adalah satu dari sekian anak yang berhasil tumbuh baik dan menjadi seorang jenius.

Salah satu dosenku pernah berkata, bahwa seorang yang jenius dan idiot itu hampir mirip (wajah dan kelakuannya) karena IQ mereka hampir dekat. Jika IQ seorang jenius naik satu tingkat saja, maka tentu dia akan menjadi seorang idiot.

Aku kini tidak menatapnya lagi. Rasa penasaranku terobati sudah. Satu pelajaran besar yang kupetik hari ini, bahwa di balik kejeniusan seorang Mas Harun, di balik sosoknya yang begitu percaya diri, tentulah ada orang-orang, terutama orangtua yang sabar dan tulus mencintainya. Mas Harun bisa seperti saat ini, bisa kuliah hingga S2 semata-mata karena orangtuanya tidak pernah mengenal kata menyerah. Memiliki seorang anak yang berwajah ‘idiot’ tentu tidak mudah. Banyak tantangan dan rintangan, bahkan juga cemoohan yang harus dihadapi.

Dan dengan kesabaran yang begitu besarlah, orangtua Mas Harun bisa melewati itu semua hingga detik ini. Mereka mampu membuat Mas Harun tidak dipandang sebelah mata, membuat sesuatu yang tidak semua orangtua ‘sindrom down’ bisa melakukannya. Karena pada kenyataannya, ada sebagian orangtua yang merasa malu jika memiliki anak seperti itu. Hingga akhirnya anak tersebuut tidak terawat dan terus tumbuh menjadi seorang idiot di mata masyarakat.

***

Mas Harun, meski aku hanya mengenalmu lewat ‘maya’, tapi kau telah mengajarkan aku satu hal yang nyata, bahwa: Jika kau ingin terus ‘bertahan’, maka percayalah pada dirimu dan orang-orang yang mencintaimu ^_^

NB:

Satu lagi seorang jenius yang memilih Islam sebagai agamanya. Benarlah firman Allah: “Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Al-Baqarah: 269)

_Nurhudayanti Saleh_

Tinggalkan komentar